THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 12 September 2008

Evaluasi Gerakan Mahasiswa Saat Ini

Artikel ini ditulis ketika berbincang-bincang bersama salah seorang journalis “Harian Pikiran Rakyat”, yang selalu hadir disetiap gerakan2 yang dilakukan mahasiswa/I Bandung untuk mendapatkan berita. Artikel ini pula udah lumayan lama ditulis namun baru ini di posting karena satu dan lain hal ,mungkin ini dapat dijadikan perenungan buat teman-teman kita yang aktif dipergerakan saat ini dimanapun berada.
Minggir…….minggir…..beri kami jalan!” teriak salah seorang demonstran dari kerumunan diatas atap bus kepada sopir taksi, pak sopirpun mendadak minggir dan mencoba mencari jalan alternative menghindari kemacetan jalan akibat kerumunan demonstran. Terlihat , ia mengeleng-gelengkan kepala menahan rasa kesal, fenomena seperti sudah tidak asing lagi jika ada aksi demonstran ( Bandung ). Menerawang tentang kejadian ini, jadi ingat euy ama sosiolog Peter L. Berger, klu ga salah ceritanya seperti ini “pada masa maraknya demokrasi mahasiswa AS anti perang Vietnam tahun 60-an merasa Shock mendengar teriakan-teriakan arogan mahasiswa, teriakan ini pula menurutnya senada dengan bait lagu nazi “horst Wessel Lied”, semasa perang dunia II, “die strase frei den braunen bataillonen” klu di translate k’bahasa Indonesia kira2 bunyinya seperti ini: “Bersihkan jalan2 untuk batalion2 tentara berseragam coklat”…….Konvoi demonstran dilihatnya begitu sombong,ibarat battalion tentara nazi yang lewat dijalan umum: seenaknya,tidak mengindahkan kepentingan pengguna jalan lain ( sumber dari Buku “movement and Revolution, 1964”)

Kesan seperti ini dapat pula melekat pada sebagian aksi-aksi demonstrasi mahasiswa kita saat ini, apabila ternyata platform yang diperjuangkan para mahasiswa terasa tak terkait langsung dengan kepentingan rakyat banyak. Sangat mungkin,demikianlah reaksi sebagian public terhadap kerumunan demonstran (aksi menuntut turunnya harga BBM) pada saat melewati jalan-jalan umum beberapa waktu lalu ( Bandung ). Jajak Pendapat pada harian “Pikiran Rakyat & Kompas” pada saat itu menunjukan tak kurang dari 60,4% tidak menyetujui kalau unjuk rasa dilakukan dijalan-jalan utama karena dirasakan sering menimbulkan kemacetan lalu lintas. Okey…….bila opini public semacam ini menguat,akan sangat merugikan citra mahasiswa kita dimasa yang akan datang euy . oleh karena itu,kini saatnya gerakan mahasiswa melakukan evaluasi menyeluruh,menata kembali garis-garis perjuangannya, dan mengkaji ulang strategi dan taktik yang selama ini dilakukan, ungkap Presedium B.E.M Kota Bandung beberapa waktu lalu.
Diperlukan tolak ukur untuk menilai seberapa jauh keberhasilan atau kegagalan gerakan mahasiswa saat ini, seperti halnya gerakan protes lain, berhasil tidaknya gerakan ini dapat diukur dengan melihat seberapa besar tuntutan-tuntutan yang diajukan mahasiswa mendapat respons dalam system politik yang berlaku, respons ini dapat diamati dalam beberapa bagian,yakni :
1.Respons Akses ( access responsiveness ) : kesetiaan pihak sasaran mendengar tuntutan –tuntutan yang diperjuangkan gerakan.
2.Respons Agenda ( agenda responsiveness ) : kesediaan pihak sasaran menempatkan tuntutan gerakan menjadi agenda politiknya.
3.Respons Kebijakan ( policy responsiveness ) : kesetiaan pihak sasaran mengadopsi tuntutan gerakan menjadi kebijakan barunya.
4.Respons output ( output responsiveness ) : Seberapa jauh kebijakan yang dilaksanakan meredakan ketidakpuasan anggota gerakan protes. (sumber dari Paul scumaker 1975)
Selain tolak ukur diatas, yang harus diperhatikan pula adalah respons (dukungan ) masyarakat terhadap gerakan, ini yang sangat diperlukan euyyyy………….! Betapapun berhasilnya mahasiswa dalam memasukan tuntutan-tuntutan dalam system politik, namun bila gerakannya mendapat reaksi negative dari public, akan hilanglah makna seluruh gerakan,apalagi selama ini kelompok-kelompok mahasiswa menempatkan posisinya tak lebih sebagai “promotional group” yang dalam gerakannya hanya memperjuangkan nilai-nilai, gagasan-gagasan,maupun prinsip-prinsip yang memberikan keuntungan kolektif (masyarakat luas), bukan keuntungan selektif (seperti keuntungan kepada kelompok mahasiswa sendiri),

0 komentar: