ADA satu & hadiah dalam peringatan lOO tahun Kebangkitan Nasional dari pemerintah berupa kenaikan harga bahan bakar minyak(BBM). Dalam sudut pandang saya, hal itu memang suatu keputusan yang bisa dipahami sebagai kebijakan pemerintah.| Sebuah keputusan yang tidak mudah, atau pilihanyang sama-sama buruk.|
Menaikkan BBM, jelas, akan berdampak pada naiknya inflasi. Yang terkena langsung dampak kenaikan BBM itu, tentu, adalah rakyat golongan ekonomi lemah atau rakyat kecil. Selama ini kebutuhan bahan pokok dan transportasi Kota untuk mobilisasi dalam keseharian telah dirasa cukup berat.
Namun, di sisi lain, kenaikan BBM harus dipahami sebagai langkah mengatasi membengkaknya. subsidi BBM dalam APBN yang dipastikan menembus agka lebih dari Rp300 triliun.Hakikalnya,subsidi BBM sebagian besar dinikmati oleh golongan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Dari situ, politik menaikkan harga BBM menjadi sebuah keputusan yang dilematis.Di satu sisi, saat subsidi BBM dinaikkan, anggaran pembangunan lain menurun. Pemerintah sendiri memberi sinyal akan menaikkan BBM akhir Mei atau awal Juni men-datang. Namun yang perlu dipikirkan adalah kenaikan BBM ini tidak lepas dari kebijakan yang afirmatif atau keberpihakan kepada rakyat kecil agar mereka mampu memiliki daya tahan ekonomi dalam kurun waktu tertentu ke depan.
Di samping itu, tentu pemerintah juga harus punya komitmen untuk betul-betul membuat kebijakan penganggaran lebih efisien dan efektif yang harus ditunjukkan oleh semua jajaran, mulai pemerintah pusat, provinsi sampai jajaran pemerintahan daerah
Dengan demikian, secara psikologis, beban ini tidak hanya ditanggung rakyat kecil, tetapi juga dapat menimbulkan empati pemerintah kepada masyarakat. Yang lebih penting lagi, ada suatu kebijakan ekonomi ke depan yang dapat memacu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Hal ini harus benar benar diru-’muskan secara komprehensif dan ditetapkan dengan peraturan yang tegas dan pasti.
Sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, pemerintah sudah menyiapkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat miskin. Menurut saya,hal ini mudah mudahan tidak menjadi program yang terdesak waktu. Program yang dianggap paling mudah atau paling sederhana, tetapi tidak memperhitungkan dampak-dampak sosialnya. DaIam arti, secara politis mungkin cukup membantu menyelesaikan masalah kemiskinan, tetapi di sisi lain justru melemahkan karakter manusia lndonesia.
Menurut saya, kebangkitan nasional harus diwarnai dengan penyadaran rakyat untuk merasa berdaya dan mempunyai keyakinan bahwa kemajuan serta kesejahteraan itu tidak hanya bisa dicapai dengan menengadahkan tangan.
Kemakmuran tidak bisa dicapai dengan tanpa usaha atau tidak ada kesejahteraan yang bisa dicapai tanpa bekerja keras. Pembangunan karakter bangsa juga tidak hanya selalu tergantung pada belas kasihan dari peinerintah. Tentu, momentum Kebangkitan Nasional ini bisa membentuk karakter bangsa menjadi lebih tangguh, lebih disiplin, lebih menghargai proses, lebih mampu bekerja dengan keras, dan lebih mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
Namun, dengan adanya kebijakan BLT, apakah hasil itu justru tidak akan menurunkan nilai dari sebuah karakter bangsa? Apakah BLT tidak membuat kita menjadi bangsa yang suka menengadahkam tangan, bangsa pengemis, bangsa yang selalu mengharap belas kasih ? Bukan bangsa yang mampu merebut dan memperoleh kesejahteraan dengan usaha yang sungguh-sungguh serta disiplin ? j
Padahal, pada era globalisasi, kita butuh bangsa yang berkarakter dan sanggup bekerja keras, bangsa yang punya harga diri dan tidak mau kalah. Nah, tentu ini perlu direnungkan oleh pemerintah, akan kah ada program-program lain yang lebih tepat sasaran?
Kedua, program BLT yang diharapkan mampu menopang kehidupan kita selama kurun waktu tertentu secara berlanjut justru kadang kadang menjadi persoalan pelik. Faktanya, banyak .kasus dana BLT diijonkan, dipotong ‘ dengan sejumlah tarif tertentu oleh sejumlah oknum. Artinya,hal itu menjadi semacam jual beli surat berharga ,sementara masyarakat senang-senang saja menerima bantuan. Sebab, masyarakat seringkali mempunyai mental tidak bisa berhemat, yang akhirnya pemakaian dana BLT tidak tepat sasaran atau bukan untuk menghidupi rakyat secara arif. Dana BLT terkadang hanya menjadi pola konsumtif dimuka.
Tentu, persoalan im harus dipikirkan dengan pola pikir yang lebih sederhana. Misalnya, bantuan dana bukan dalam bentuk tunai, tetapi dengan model natura atau dalam bentuk beras. Bisa juga dalam bentuk beasiswa untuk masyarakat yang memiliki anak dalam usia pelajar.Dana tersebut bisa disalurkan melalui sekolah sebagai tambahan beasiswa pela-jar miskin. Lebih serius lagi, dana pengganti program BLT bisa disalurkan melalui program perencanaan yang ma-tang, misalkan proyek-proyek padat karya berbasis wilayah, sehingga dana itu bisa untuk membangun wilayah sendiri.
Masyarakat akan menerima gaji atau honor berdasarkan keterlibatan mereka dalam proyek yang dikerjakan , dari dan untuk mereka sendiri. Mereka yang bekerja akan mendapat upah. Di sini akan ada dua keuntungan. ;
Pertama akan dapat memperbaiki infrastruktur wilayah yang tepat sasaran karena ; berasal dari keinginan dan perencanaan masyarakat sendiri.
Kedua, masyarakat secara harkat dan martabat akan lebih terangkat karena uang yang diterima bukan berasal dari mengemis atau menengadah bantuan dari pemerintah semata. Dengan model program pemberian dana padat karya, masyarakat akan merasa bangga karena memperoleh hasil cucuran keringat mereka sendiri.
Di sini, BLT seringkali menimbulkan masalah karena dana. diterimakan secara langsung by name ke warga. Persoalan yang sering terjadi adalah nama-nama warga yang berhak atau tidak untuk mendapat dana BLT sangat tergantung pada hasil pendataan pemerintah dan bukan hasil dari penilaian masyarakat sendiri. Kadang-kadang itu menjadikari perpecahan dan kecemburuan sosial. Kalau bisa, dana BLT tadi disalurkan dalam bentuk program padat karya, misalnya dalam satu lingkup rukun warga atau rukun tetangga. Misalnya dalam satu RT ada sejumlah warga miskin, kemudian dana tersebut disalurkan untuk program pembarigunan pemberdayaan masyarakat ? tempat,itu akan lebih tepat sasaran.
Data warga miskin akan lebih baik fungsinya hanya sebagai patokan pendataan saja. Dari situ kita hitung berapa kira-kira satu proyek yang bisa digarap warga secara mandiri dan berapa orang warga. miskin yang, berhak mendapat gaji dalam satu kurun waktu tertentu. Nah, dari situlah masyarakat bisa langsung dilibatkan.
Komunitas warga yang berhak melaksanakan proyek padat karya itu juga akan dapat terpetakan sehingga ada hasil nyata dan konkret di daerah tersebut, dengan hanya melibatkan warga miskin yang benar-benar miskin dan tidak terkontaminasi oleh kelompok lain.-
Dalam peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional saat ini, tentu program tersebut akan mampu membentuk karakter bangsa yang tangguh. Di sisi lain, model program ini memungkinkan adanya nilai lebih di mana akan ada partisipasi dari komunitas warga yang mampu secara ekonomi di wilayah tersebut.
Kehadiran mereka dalam program padat karya yang diserahkan langsung kepada masyarakat, untuk menentukan proyek apa yang dibangun akan memberi nilai lebih pada program itu sendiri.
Read More......
Menaikkan BBM, jelas, akan berdampak pada naiknya inflasi. Yang terkena langsung dampak kenaikan BBM itu, tentu, adalah rakyat golongan ekonomi lemah atau rakyat kecil. Selama ini kebutuhan bahan pokok dan transportasi Kota untuk mobilisasi dalam keseharian telah dirasa cukup berat.
Namun, di sisi lain, kenaikan BBM harus dipahami sebagai langkah mengatasi membengkaknya. subsidi BBM dalam APBN yang dipastikan menembus agka lebih dari Rp300 triliun.Hakikalnya,subsidi BBM sebagian besar dinikmati oleh golongan masyarakat ekonomi menengah ke atas. Dari situ, politik menaikkan harga BBM menjadi sebuah keputusan yang dilematis.Di satu sisi, saat subsidi BBM dinaikkan, anggaran pembangunan lain menurun. Pemerintah sendiri memberi sinyal akan menaikkan BBM akhir Mei atau awal Juni men-datang. Namun yang perlu dipikirkan adalah kenaikan BBM ini tidak lepas dari kebijakan yang afirmatif atau keberpihakan kepada rakyat kecil agar mereka mampu memiliki daya tahan ekonomi dalam kurun waktu tertentu ke depan.
Di samping itu, tentu pemerintah juga harus punya komitmen untuk betul-betul membuat kebijakan penganggaran lebih efisien dan efektif yang harus ditunjukkan oleh semua jajaran, mulai pemerintah pusat, provinsi sampai jajaran pemerintahan daerah
Dengan demikian, secara psikologis, beban ini tidak hanya ditanggung rakyat kecil, tetapi juga dapat menimbulkan empati pemerintah kepada masyarakat. Yang lebih penting lagi, ada suatu kebijakan ekonomi ke depan yang dapat memacu pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Hal ini harus benar benar diru-’muskan secara komprehensif dan ditetapkan dengan peraturan yang tegas dan pasti.
Sebagai kompensasi kenaikan harga BBM, pemerintah sudah menyiapkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat miskin. Menurut saya,hal ini mudah mudahan tidak menjadi program yang terdesak waktu. Program yang dianggap paling mudah atau paling sederhana, tetapi tidak memperhitungkan dampak-dampak sosialnya. DaIam arti, secara politis mungkin cukup membantu menyelesaikan masalah kemiskinan, tetapi di sisi lain justru melemahkan karakter manusia lndonesia.
Menurut saya, kebangkitan nasional harus diwarnai dengan penyadaran rakyat untuk merasa berdaya dan mempunyai keyakinan bahwa kemajuan serta kesejahteraan itu tidak hanya bisa dicapai dengan menengadahkan tangan.
Kemakmuran tidak bisa dicapai dengan tanpa usaha atau tidak ada kesejahteraan yang bisa dicapai tanpa bekerja keras. Pembangunan karakter bangsa juga tidak hanya selalu tergantung pada belas kasihan dari peinerintah. Tentu, momentum Kebangkitan Nasional ini bisa membentuk karakter bangsa menjadi lebih tangguh, lebih disiplin, lebih menghargai proses, lebih mampu bekerja dengan keras, dan lebih mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain.
Namun, dengan adanya kebijakan BLT, apakah hasil itu justru tidak akan menurunkan nilai dari sebuah karakter bangsa? Apakah BLT tidak membuat kita menjadi bangsa yang suka menengadahkam tangan, bangsa pengemis, bangsa yang selalu mengharap belas kasih ? Bukan bangsa yang mampu merebut dan memperoleh kesejahteraan dengan usaha yang sungguh-sungguh serta disiplin ? j
Padahal, pada era globalisasi, kita butuh bangsa yang berkarakter dan sanggup bekerja keras, bangsa yang punya harga diri dan tidak mau kalah. Nah, tentu ini perlu direnungkan oleh pemerintah, akan kah ada program-program lain yang lebih tepat sasaran?
Kedua, program BLT yang diharapkan mampu menopang kehidupan kita selama kurun waktu tertentu secara berlanjut justru kadang kadang menjadi persoalan pelik. Faktanya, banyak .kasus dana BLT diijonkan, dipotong ‘ dengan sejumlah tarif tertentu oleh sejumlah oknum. Artinya,hal itu menjadi semacam jual beli surat berharga ,sementara masyarakat senang-senang saja menerima bantuan. Sebab, masyarakat seringkali mempunyai mental tidak bisa berhemat, yang akhirnya pemakaian dana BLT tidak tepat sasaran atau bukan untuk menghidupi rakyat secara arif. Dana BLT terkadang hanya menjadi pola konsumtif dimuka.
Tentu, persoalan im harus dipikirkan dengan pola pikir yang lebih sederhana. Misalnya, bantuan dana bukan dalam bentuk tunai, tetapi dengan model natura atau dalam bentuk beras. Bisa juga dalam bentuk beasiswa untuk masyarakat yang memiliki anak dalam usia pelajar.Dana tersebut bisa disalurkan melalui sekolah sebagai tambahan beasiswa pela-jar miskin. Lebih serius lagi, dana pengganti program BLT bisa disalurkan melalui program perencanaan yang ma-tang, misalkan proyek-proyek padat karya berbasis wilayah, sehingga dana itu bisa untuk membangun wilayah sendiri.
Masyarakat akan menerima gaji atau honor berdasarkan keterlibatan mereka dalam proyek yang dikerjakan , dari dan untuk mereka sendiri. Mereka yang bekerja akan mendapat upah. Di sini akan ada dua keuntungan. ;
Pertama akan dapat memperbaiki infrastruktur wilayah yang tepat sasaran karena ; berasal dari keinginan dan perencanaan masyarakat sendiri.
Kedua, masyarakat secara harkat dan martabat akan lebih terangkat karena uang yang diterima bukan berasal dari mengemis atau menengadah bantuan dari pemerintah semata. Dengan model program pemberian dana padat karya, masyarakat akan merasa bangga karena memperoleh hasil cucuran keringat mereka sendiri.
Di sini, BLT seringkali menimbulkan masalah karena dana. diterimakan secara langsung by name ke warga. Persoalan yang sering terjadi adalah nama-nama warga yang berhak atau tidak untuk mendapat dana BLT sangat tergantung pada hasil pendataan pemerintah dan bukan hasil dari penilaian masyarakat sendiri. Kadang-kadang itu menjadikari perpecahan dan kecemburuan sosial. Kalau bisa, dana BLT tadi disalurkan dalam bentuk program padat karya, misalnya dalam satu lingkup rukun warga atau rukun tetangga. Misalnya dalam satu RT ada sejumlah warga miskin, kemudian dana tersebut disalurkan untuk program pembarigunan pemberdayaan masyarakat ? tempat,itu akan lebih tepat sasaran.
Data warga miskin akan lebih baik fungsinya hanya sebagai patokan pendataan saja. Dari situ kita hitung berapa kira-kira satu proyek yang bisa digarap warga secara mandiri dan berapa orang warga. miskin yang, berhak mendapat gaji dalam satu kurun waktu tertentu. Nah, dari situlah masyarakat bisa langsung dilibatkan.
Komunitas warga yang berhak melaksanakan proyek padat karya itu juga akan dapat terpetakan sehingga ada hasil nyata dan konkret di daerah tersebut, dengan hanya melibatkan warga miskin yang benar-benar miskin dan tidak terkontaminasi oleh kelompok lain.-
Dalam peringatan 100 tahun Kebangkitan Nasional saat ini, tentu program tersebut akan mampu membentuk karakter bangsa yang tangguh. Di sisi lain, model program ini memungkinkan adanya nilai lebih di mana akan ada partisipasi dari komunitas warga yang mampu secara ekonomi di wilayah tersebut.
Kehadiran mereka dalam program padat karya yang diserahkan langsung kepada masyarakat, untuk menentukan proyek apa yang dibangun akan memberi nilai lebih pada program itu sendiri.