Ekonomi Indonesia tahun 2008 tampaknya akan mengalami masa sulit, dan tentu saja akan berdampak terhadap kinerja ekonomi Kalbar. Walaupun target pertumbuhann ekonomi Kalbar tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan selama lima tahun terakhir (4,48%) yang berdampak terhadap penurunan angka kemiskinan (12,91%) dan pengangguran (7,08%), namun dampaknya terhadap tingkat kemiskinan dan pengangguran relatif stabil masing-masing hanya 13,02% dan 7,10%. Bagaimana kalau pemerintah benar-benar melaksanakan opsi terakhirnya dengan menaikkan harga BBM tahun ini?
Inflasi, ICOR dan Pertumbuhan Ekonomi
Walaupun menaikkan harga BBM merupakan opsi terakhir untuk menanggulangi beban subsidi APBN, namun dengan melihat perkembangan kondisi ekonomi yang overheating saat ini, menaikkan harga BBM tampaknya bukan merupakan kebijakan yang populis. Sebab bukan hanya dapat menimbulkan tekanan ekonomi bagi masyarakat berpendapatan rendah dan tetap, tetapi juga dapat membuat situasi sosial-politik menjadi tidak menguntungkan menjelang Pemilu dan Pemilihan Presiden tahun 2009. Bila harga minyak tetap di atas $100/barrel sampai tahun depan, maka bisa dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan.
Upaya pemerintah untuk melakukan langkah pembatasan konsumsi premium dan minyak tanah dengan berbagai cara tampaknya tidak efektif. Akibatnya pengeluaran subsidi BBM membengkak, demikan pula subsidi listrik. Dunia usaha juga harus menyesuaikan diri dengan perkembangan ini. Sektor manufaktur yang menjadi lokomotif pertumbuhan menghadapi tantangan paling berat, karena bukan saja biaya produksi meningkat, dengan tingginya harga BBM dan bahan baku, daya beli konsumen juga mengalami penurunan. Hanya industri kendaraan bermotor yang tampaknya masih berkembang dengan cukup baik, selama harga BBM bersubsidi tidak dinaikkan.
Bila opsi menaikkan BBM tetap dilakukan pemerintah, maka target pertumbuhan ekonomi Kalbar tahun 2008 pasti akan sulit direalisasikan. Pemda Kalbar terpaksa harus menghitung kembali besaran (indikator) ekonomi makro yang lain dan merevisi anggarannya. Pada gilirannya, banyak proyek infrastruktur termasuk revitalisasi pertanian untuk pengetasan kemiskinan dan pengangguran akan tertunda. Resiko sistematis ini memang sulit dihindarkan. Yang harus dilakukan adalah bagaimana mengelola resiko ini sehingga dampaknya menjadi minimal.
Dalam kondisi volatilitas ekonomi seperti ini, maka pengetahuan tentang financial risk management sepertinya penting bagi pengelola ekonomi di daerah. Efisiensi pengelolaan dana untuk pembangunan seharusnya dianalisis dalam kerangka manajemen resiko dan urgensi penerapan good governance di semua lini pemerintahan daerah. Dalam hal ini, menajemen keuangan daerah yang efisien sangat diperlukan agar prinsip value for money benar-benar direalisasikan sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di Kalbar. Karena persoalannya bukan semata-mata jumlah DAU, DAK atau sumber penerimaan daerah yang lain yang diharapkan meningkat dalam jumlah besar, tetapi efektivitas dan efisiensinya sangat tergantung pada ketrampilan manajerial Pemda Kalbar dalam mengelola dana tersebut secara benar, tepat dan berdasarkan prinsip money for value untuk kepentingan masyarakat.
Suku bunga dan Sektor rill
Suku bunga sangat terkait dengan pembiayaan sektor riil. Dengan suku bunga SBI yang rendah saat ini (8% per tahun), seharusnya suku bunga kredit menurun dan pada gilirannya mendorong pertumbuhan sektor riil. Menurut BI Kalbar, pangsa pasar kredit sebesar 66,92 persen atau Rp 4,7 triliun ada di kota Pontianak, dan sebagian besar kredit konsumsi. Ini berarti kredit yang dikucurkan untuk 12 kabupaten/kota lainnya di Kalbar tidak sampai 30%. Padahal kabupaten-kabupaten tersebut kaya dengan berbagai sumber daya alam (SDA) yang sangat membutuhkan kucuran kredit investasi. Persoalan sektor riil sangat tergantung pada stimulus APBD. Sudah waktunya Pemda Kalbar segera berbenah diri dengan memberikan stimulus dunia usaha di daerah. Pencairan APBD harus dipercepat sehingga mendorong dunia usaha di daerah. Keterlambatan pengeluaran dana APBD karena sulitnya prosedur dan ketatnya pengawasan harus diatasi jika proyek-proyek pembangunan diinginkan untuk berjalan. Berjalannya proyek-proyek pemerintah di daerah akan sangat membantu menciptakan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan bagi masyarakat pada umumnya.
Kita sudah berada di pertengahan tahun 2008, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama biasanya relatif rendah seiring dengan masih kecilnya realisasi pos pengeluaran APBD, kecuali untuk proyek yang dananya belum diserap sampai akhir tahun 2007. Kita tidak mengharapkan pengeluaran tersebut akan menumpuk di akhir tahun, sehingga proyek yang dilaksanakan asal jadi semata-mata mengejar target kuantitatif. Sebab penumpukan anggaran dan penggunaannya yang terkesan tergesa-gesa demi memenuhi target anggaran di akhir tahun dapat memberikan peluang penyalahgunaan dana sehingga proyek infrastruktur yang dibangun terkesan asal-asalan dan berkualitas rendah.
Menghadapi kemungkinan kenaikan BBM, sudah seharusnya Pemda mempersiapkan jaring pengaman sosial dengan prioritas utama meningkatkan subsidi pangan guna mengurangi beban masyarakat miskin. Oleh sebab itu, penciptaan birokrasi yang efisien dan penguatan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui pemerintahan yang bersih, koordinasi yang efektif antar instansi, dan kebijakan pemerintah yang dapat menciptakan masyarakat mandiri, bertanggung jawab, beretos kerja tinggi, peduli, penuh kasih sayang, dan karakter mulia lainnya merupakan prasyarat mutlak bagi terciptanya kredibilitas institusi pemerintahan di daerah ini sehingga permasalahan pembangunan dapat diselesaikan. Tanpa adanya kredibilitas institusi, maka optimalitas penanggulangan empat dari enam masalah yang akan diselesaikan Gubernur semasa kepimpinannya seperti penanggulangan masalah ketersediaan pangan, masalah energi, penanganan gizi buruk, dan penanggulangan kemiskinan tampaknya akan sulit direalisasikan.
Inflasi, ICOR dan Pertumbuhan Ekonomi
Walaupun menaikkan harga BBM merupakan opsi terakhir untuk menanggulangi beban subsidi APBN, namun dengan melihat perkembangan kondisi ekonomi yang overheating saat ini, menaikkan harga BBM tampaknya bukan merupakan kebijakan yang populis. Sebab bukan hanya dapat menimbulkan tekanan ekonomi bagi masyarakat berpendapatan rendah dan tetap, tetapi juga dapat membuat situasi sosial-politik menjadi tidak menguntungkan menjelang Pemilu dan Pemilihan Presiden tahun 2009. Bila harga minyak tetap di atas $100/barrel sampai tahun depan, maka bisa dipastikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan.
Upaya pemerintah untuk melakukan langkah pembatasan konsumsi premium dan minyak tanah dengan berbagai cara tampaknya tidak efektif. Akibatnya pengeluaran subsidi BBM membengkak, demikan pula subsidi listrik. Dunia usaha juga harus menyesuaikan diri dengan perkembangan ini. Sektor manufaktur yang menjadi lokomotif pertumbuhan menghadapi tantangan paling berat, karena bukan saja biaya produksi meningkat, dengan tingginya harga BBM dan bahan baku, daya beli konsumen juga mengalami penurunan. Hanya industri kendaraan bermotor yang tampaknya masih berkembang dengan cukup baik, selama harga BBM bersubsidi tidak dinaikkan.
Bila opsi menaikkan BBM tetap dilakukan pemerintah, maka target pertumbuhan ekonomi Kalbar tahun 2008 pasti akan sulit direalisasikan. Pemda Kalbar terpaksa harus menghitung kembali besaran (indikator) ekonomi makro yang lain dan merevisi anggarannya. Pada gilirannya, banyak proyek infrastruktur termasuk revitalisasi pertanian untuk pengetasan kemiskinan dan pengangguran akan tertunda. Resiko sistematis ini memang sulit dihindarkan. Yang harus dilakukan adalah bagaimana mengelola resiko ini sehingga dampaknya menjadi minimal.
Dalam kondisi volatilitas ekonomi seperti ini, maka pengetahuan tentang financial risk management sepertinya penting bagi pengelola ekonomi di daerah. Efisiensi pengelolaan dana untuk pembangunan seharusnya dianalisis dalam kerangka manajemen resiko dan urgensi penerapan good governance di semua lini pemerintahan daerah. Dalam hal ini, menajemen keuangan daerah yang efisien sangat diperlukan agar prinsip value for money benar-benar direalisasikan sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di Kalbar. Karena persoalannya bukan semata-mata jumlah DAU, DAK atau sumber penerimaan daerah yang lain yang diharapkan meningkat dalam jumlah besar, tetapi efektivitas dan efisiensinya sangat tergantung pada ketrampilan manajerial Pemda Kalbar dalam mengelola dana tersebut secara benar, tepat dan berdasarkan prinsip money for value untuk kepentingan masyarakat.
Suku bunga dan Sektor rill
Suku bunga sangat terkait dengan pembiayaan sektor riil. Dengan suku bunga SBI yang rendah saat ini (8% per tahun), seharusnya suku bunga kredit menurun dan pada gilirannya mendorong pertumbuhan sektor riil. Menurut BI Kalbar, pangsa pasar kredit sebesar 66,92 persen atau Rp 4,7 triliun ada di kota Pontianak, dan sebagian besar kredit konsumsi. Ini berarti kredit yang dikucurkan untuk 12 kabupaten/kota lainnya di Kalbar tidak sampai 30%. Padahal kabupaten-kabupaten tersebut kaya dengan berbagai sumber daya alam (SDA) yang sangat membutuhkan kucuran kredit investasi. Persoalan sektor riil sangat tergantung pada stimulus APBD. Sudah waktunya Pemda Kalbar segera berbenah diri dengan memberikan stimulus dunia usaha di daerah. Pencairan APBD harus dipercepat sehingga mendorong dunia usaha di daerah. Keterlambatan pengeluaran dana APBD karena sulitnya prosedur dan ketatnya pengawasan harus diatasi jika proyek-proyek pembangunan diinginkan untuk berjalan. Berjalannya proyek-proyek pemerintah di daerah akan sangat membantu menciptakan lapangan kerja dan pengurangan kemiskinan bagi masyarakat pada umumnya.
Kita sudah berada di pertengahan tahun 2008, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama biasanya relatif rendah seiring dengan masih kecilnya realisasi pos pengeluaran APBD, kecuali untuk proyek yang dananya belum diserap sampai akhir tahun 2007. Kita tidak mengharapkan pengeluaran tersebut akan menumpuk di akhir tahun, sehingga proyek yang dilaksanakan asal jadi semata-mata mengejar target kuantitatif. Sebab penumpukan anggaran dan penggunaannya yang terkesan tergesa-gesa demi memenuhi target anggaran di akhir tahun dapat memberikan peluang penyalahgunaan dana sehingga proyek infrastruktur yang dibangun terkesan asal-asalan dan berkualitas rendah.
Menghadapi kemungkinan kenaikan BBM, sudah seharusnya Pemda mempersiapkan jaring pengaman sosial dengan prioritas utama meningkatkan subsidi pangan guna mengurangi beban masyarakat miskin. Oleh sebab itu, penciptaan birokrasi yang efisien dan penguatan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui pemerintahan yang bersih, koordinasi yang efektif antar instansi, dan kebijakan pemerintah yang dapat menciptakan masyarakat mandiri, bertanggung jawab, beretos kerja tinggi, peduli, penuh kasih sayang, dan karakter mulia lainnya merupakan prasyarat mutlak bagi terciptanya kredibilitas institusi pemerintahan di daerah ini sehingga permasalahan pembangunan dapat diselesaikan. Tanpa adanya kredibilitas institusi, maka optimalitas penanggulangan empat dari enam masalah yang akan diselesaikan Gubernur semasa kepimpinannya seperti penanggulangan masalah ketersediaan pangan, masalah energi, penanganan gizi buruk, dan penanggulangan kemiskinan tampaknya akan sulit direalisasikan.
0 komentar:
Posting Komentar