Bagian Hukum dan HAM Sekretariat Daerah (Setda) Kab.Landak Kalimantan Barat menggelar Lokakarya Revitalisasi Hukum Adat di Kabupaten Landak. Tujuannya sebagai wujud kepedulian pemerintah daerah untuk meningkatkan kedudukan dan fungsi lembaga adat, terutama temenggung dan dewan adat mempunyai peranan penting dalam menyelesaikan masalah tentang adat. Acara yang berlangsung 17-19 September 2008 lalu di aula Hotel Hanura Ngabang tersebut dihadiri para Timanggong dan Pengurus Dewan Adat Dayak (DAD) Kecamatan dan Kabupaten Landak. Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Aman) Kalbar Sujarni Alloy sebagai fasilitator mengatakan, masyarakat adat Dayak Kanayatn Kabupaten Landak adalah kelompok masyarakat hukum adat yang sampai saat ini memiliki wilayah adat yang disebut Binua. "Setiap Binua dipimpin oleh seorang Tokoh adat yang disebut Timanggong yang dulunya dikenal memiliki kepemimpinan yang berwibawa dan bijaksana dalam mengambil keputusan," ungkap Alloy kepada pers usai acara penutupan.
Namun dalam perjalanan sejarahnya, kepemimpinan Timanggong mengalami degradasi moral yang mengakibatkan hukum adat Dayak menjadi sebuah fenomena dimata masyarakat luar yang ditandai adanya preman adat, sehingga penerapan Hukum adat Dayak dituduh macam-macam yang intinya dipandang negative oleh berbagai pihak, bahkan masyarakat adat Dayak sendiri. "Persoalan ini jelas mengancam keberadaan hukum adat Dayak itu sendiri," kata Alloy. Ditambahkannya, dari lokakarya tersebut, setelah melakukan refleksi terhadap keberadaan hukum adat di Kabupaten Landak menghasilkan rekomendasi yang bersifat internal dan eksternal.
Namun dalam perjalanan sejarahnya, kepemimpinan Timanggong mengalami degradasi moral yang mengakibatkan hukum adat Dayak menjadi sebuah fenomena dimata masyarakat luar yang ditandai adanya preman adat, sehingga penerapan Hukum adat Dayak dituduh macam-macam yang intinya dipandang negative oleh berbagai pihak, bahkan masyarakat adat Dayak sendiri. "Persoalan ini jelas mengancam keberadaan hukum adat Dayak itu sendiri," kata Alloy. Ditambahkannya, dari lokakarya tersebut, setelah melakukan refleksi terhadap keberadaan hukum adat di Kabupaten Landak menghasilkan rekomendasi yang bersifat internal dan eksternal.
Untuk internal, diantaranya untuk memperbaiki citra Timanggong ke depan dalam proses pemilihan Timanggong perlu memperhatikan sosok figur yang layak menjadi Timanggong memiliki ciri-ciri yakni memiliki loyalitas, bersifat adil dalam memutuskan hukum adat, menganut kepercayaan sebagai landasan moral. Memiliki sikap berani dan konsisten dalam mengambil keputusan dan bertanggung jawab atas jabatan dan keputusan yang diambil.
"Untuk menjaga citra hukum adat Dayak agar tetap eksisnya baik dimata pihak luar, pemerintah dan negara, lembaga adat Dayak perlu menata dan memperkuat institusi lokal berdasarkan warisan leluhur," paparnya. Kemudian, para Timanggong perlu mensosialisasikan tentang hukum adat kepada masyarakat adat melalui berbagai media massa dan momentum budaya. Masyarakat Dayak terus berupaya menegakkan hukum adat Dayak bersama pemerintah.
"Masyarakat Adat Dayak harus utuh, tidak terkontaminasi dengan hukum lainnya. Pelaksanaan hukum adat jangan pandang bulu. DAD dan Timanggong harus bersatu untuk menegakkan hukum adat," urai Alloy. Selanjutnya rekomendasi eksternal diantaranya, pemerintah daerah proaktif dalam memotivasi masyarakat adat melalui kegiatan yakni mengadakan seminar, lokakarya tentang budaya adat dan hukum adat, menetapkan hukum adat merupakan bagian dari hukum Negara dan masyarakat harus memahami makna adat Dayak yang merupakan azas hukum di masyarakat adat.
0 komentar:
Posting Komentar